Penulis :
Agustinus Wibowo
Penerbit :
Gramedia Pustaka, 2013, 552 halaman
Pengalaman perjalanan seorang lelaki muda bernama Agustinus
Wibowo ini sepertinya sangat tepat dibaca untuk perenungan sesame traveler untuk menemukan makna di balik
perjalanan dari masing- masing apa yang dituju dalam perjalanan tersebut.
Menurut Agustinus sesungguhnya setiap pejalan punya tujuannya
sendiri-sendiri. Setiap perjalanan juga mempunyai target satu titik yang
menjadi tujuannya, yang telah menjadi
mimpi sebelumnya serta sadar atau tidak. ingin mendapatkan makna selama
menelusuri perjalanan tersebut.
Dalam bukunya yang berjudul Titik Nol: Makna Sebuah
Perjalanan adalah sebuah catatan tentang perjalanan panjang seorang Agustinus
Wibowo. Dalam kurun waktu 10 tahun Agus
telah meninggalkan kampong halamannya di Lumajang, diawali dengan belajar
menuntut ilmu di Beijing Cina hingga menjelajah negara-negara di Asia Tengah
yang terkenal dengan panaroma yang eksotis.. Dari titik nol inilah petualangan
Agustinus dimulai.
Diawali dengan mimpi untuk melakukan perjalanan Beijing,
sebuah dusun yang gersang yang terletak di sudut selatan Xianjiang yang
dijadikan titik nol kilometer ini menuju
Afrika Selatan yang terkenal dengan hamparan savanna yang luas. Sebelum sampai
kesana tantangan harus ditaklukan dengan menyebrangi dan melewati negara Tibet,
terus melalui Nepal, India dan Pakistan. Dari sinilah langkah pertama
perjalanan yang panjang menundukan tingginya barisan gunung dan luasnya padang untuk
bisa mewujudkan mimpinya melihat dan mengalami berbagai kisah tersembunyi dan
unik di ujung dunia.
Di Bab awal buku ini menceritakan kekaguman dan perjumpaan seorang
Agustinus terhadap oprang-orang peziarah Tebet yang begitu sabar dan tabah mampu
merangkak berpuluh-puluh kilometer, berjumpa dengan orang-orang Nepal yang
begitu tangguh menundukan ketinggian gunung, melihat kota-kota yang sudah
berdandan cantik mengikuti arus
modernitas dan tentang kekecewaannya pada Lashwa yang sudah menjelma menjadi
sarana komersil.
Di Titik Nol, terpampang birunya langit, gunung-gunung yang menjulang tinggi bersama dengan barisan bukit
yang sangat gersang, lembah-lembah
nirwana yang curam menghias. Sebuah tempat yang suci dan keramat,
manusia hanya bileh menatapnya. Agustinus merasakan perjalanan kematian yakni ketika Ziarah
Kailash, sebuah perjalanan yang ditempuh 5.600 meter dengan cara merayap dan
bersimpuh pada lutut . Aku merangkak dalam haru membuncah. Derai air mata membuat Agustinus tak terbendung bahwa menurut orang Tibet perjalanan yang paling
suci dan ekstrem adalah ziarah.