Kraton Yogyakarta yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubowono I pada Tahun 1756 ini merupakan salah satu Destinasi Wisata di Yogyakarta. Kraton ini menghadap ke arah utara dengan halaman depan berupa lapangan yang disebut Alun-alun lor (alun-alun utara). Pada zaman dahulu alun-alun ini digunakan sebagai tempat mengumpulkan rakyat latihan perang bagi prajurit kraton, tempat penyelenggaraan adat serta untuk keperluan lainnya. Pada masa sekarang fungsinya untuk Upacara Grebeg dan Perayaan Sekaten.
SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX
“Walaupun saya telah
mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya dalah dan
tetap orang Jawa” Kalimat itu dilontarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono
IX pada pidato penobatannya 18 Maret 1940. Cuplikan pidato yang mengisyaratkan
bahwa pria kelahiran Yogyakarta 12 April 1912 dengan nama asli ” Gusti Raden
Mas Dorodjatun” tidak melupakan jati dirinya. Raja yang menempuh pendidikan di
Universitas Leiden Belanda ini memang panutan seluruh warga Jogja, bahkan juga
orang Indonesia di luar Yogyakarta sekalipun segan padanya. Sejarah mencatat
bahwa Hamengkubuwono IX merupakan salah satu raja di nusantara yang pertama
langsung mendukung kemerdekaan Indonesia dua hari setelah proklamasi.
MUSEUM SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX
Berbagai peninggalkan
raja yang kharismatik ini bisa dilihat di Museum Sri Sultan Hamengku Buwono IX
yang berada di lingkup kraton mulai dari meja tulis, cendera mata, foto Sri
Sultan IX dari kecil, aktivitas belajarnya di Belanda, penobatannya, dan aneka
kegiatan lain. Anda juga bisa melihat penghargaan berupa medali, bintang tanda
jasa, Surat Keputusan Presiden RI yang meneguhkan Sri Sultan IX sebagai Pahlawan
Nasional, bahkan koleksi mobil dan baju.
Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX |
Museum ini merupakan
bangunan baru dalam Kompleks Kraton. Museum diresmikan pada 28 November 1992
dan dikelola oleh Badan Museum Kraton Yogyakarta. Dibanding dengan
bangunan lain bangunan berdinding kaca ini boleh dibilang merupakan bangunan
modern. Ruangan ini dipercantik dengan hiasan lampu tengah Keberadaan museum ini
melengkapi Kraton Yogyakarta yang merupakan saksi sejarah Kesultanan
Yogyakarta.
MUTIKULTURAL TERSEMBUNYI DI TEPAS KEPRAJURITAN
Travelgad mengunjungi Kraton ini setelah menempuh perjalan
dari Malioboro dan Benteng Vredeburg
terus ke arah selatan. Pusat wilayah Kraton Yogyakarta luasnya sekitar 14 ribu
meter persegi dikelilingi tembok setinggi 4 meter dan lebar 3,5 meter. Di
setiap sudutnya terdapat tempat penjagaan atau bastion, untuk melihat atau
mengawasi keadaan maupun di luar dinding kraton.
Bangunan pertama yang
dikunjungi adalah Tepas Keprajuritan
(depan Alun-alun Utara) dan di Tepas Pariwisata (Regol Keben).Untuk bisa masuk
kami membeli tiket Rp5000 ditambah Rp1000 untuk izin memotret. Di dalam
kompleks bangunan tepas keprajuritan terdapat replika busana prajurit yang
mendapatkan berbagai pengaruh mulai Prancis era Napoleon hingga Kerajaan Thailand,
hingga busana keluarga Sultan.
BANGSAL DI KRATON YOGYAKARTA
Bangsal Sitihinggil
digunakan sebagai tempat penobatan atau pelantikan raja-raja Kasultanan
Yogyakarta dan tempat diselenggarakannya Upacara Pasownanan Agung. Berdasarkan
sejarah pada 17 Desember 1949 bangunan ini pernah dipakai untuk pelantikan Ir.
Soekarno sebagai presiden RIS dan juga pernah digunakan untuk peresmian Universitas tertua di Indonesia, yaitu Universitas Gajah Mada.
Terdapat juga bagian
yang disebut Bangsal Pacikeran ini. Dulunya merupakan bangsal yang cukup
ditakuti, karena sepasang bangsal ini merupakan tempat jaga bagi para abdi
dalem Singanegara dan abdi dalem Mertalutut (sebutan untuk algojo Kraton), yang
bertugas memberikan hukuman eksekusi kepada para tahanan Kraton. Pelaksanaan
eksekusi bertempat di Alun-Alun Lor. Bangsal ini masih berfungsi hingga tahun
1926, namun setelah itu tidak digunakan lagi.
Teps Pariwisata |
Jika masuk dari Tepas
Pariwisata maka Anda bisa memasuki Kompleks Srimanganti dan Ke-dhaton di mana
terdapat Bangsal Kencono yang menjadi balairung utama kerajaan. Bangsal Sri
Manganti digunakan sebagai tempat Sultan menyambut kedatangan tamu-tamu
penting. Terletak di halaman srimaganti sebelah barat. Sementara Bangsal
Kencono merupakan pusat bangunan Kraton yang berfungsi sebagai tempat
singgasana Raja.
Untuk memasuki tepas
Pariwisata setiap pengunjung membayar tiket Rp 5000 dan Rp1000 untuk izin
memotret. Untuk wisatawan asing mereka membayar Rp12.500. Ketika Travelgad berkunjung
disana terdapat lebih dari seratus turis memadati areal kraton. Mereka berasal
dari berbagai negara Eropa, seperti Prancis, Italia, Spanyol, Belanda hingga
negara Jepang. Pihak pengelola wisata kraton tampak bersikap profesional,
setiap rombongan disediakan pemandu yang mampu berbahasa asing dari setiap asal
wisatawan.
PENGABDIAN ABDI DALEM
Di dalam kompleks
Kraton ada sebuah bangunan tempat penyimpanan batik milik keluarga Kraton,
termasuk karya para bangsawan itu. Antara lain terdapat Batik Motif Parang
sisik koleksi Bray Benowo, Batik Motif Senen Rojo koleksi BRAY Poeroboyo,
Koleksi BRAY Sur-yoputro berupa motif Gringsing Lindri yang biasa ditafsirkan
sebagai burung merak dengan kupu-kupu. Hanya saja para pengunjung tidak
diperbolehkan melakukan pemotretan. Plesir memasuki ruangan bersama sekitar
puluhan wisatawan asal Italia yang tak henti berdecak kagum.
Abdi Dalem Kraton Yogyakarta |
Di beranda ruangan itu
Travelgad menjumpai dua orang Abdi Dalem. Mereka adalah Noto Hutomo yang sudah
berusia 81 tahun dan Aji Triman berusia 47 tahun. Yang menarik adalah Aji
Triman yang bercerita bahwa dia menjadi abdi dalem sejak enam tahun yang lalu.
Dia kerap bermimpi berhubungan dengan kraton yang ditafsirkan sebagai petunjuk
untuk mengabdi. Pekerjaannya sebagai Pegawai Negeri sipil ditinggalnya. “ Saya
menjadi abdi dalem mencari ketentraman dan itu saya dapatkan,” kata ayah dua
nak ini. Istrinya mendukung keinginan suaminya. Menurut Aji Triman dia mengabdi
hanya sekali seminggu dari pagi hingga pagi lagi. Tugasnya di beranda itu.
Berdasarkan keterangan
rekannya Noto Hutomo terdapat sekitar empat ribu abdi dalem yang tidak saja
berasal dari Yogyakarta, tetapi juga dari daerah lain seperti Wonogiri, Gunung
Kidul. Alasannya juga serupa dengan Aji Triman, ingin mengabdi. Dari Noto
Hutomo Travelgad mengetahui bahwa tempat koleksi batik itu dahulunya merupakan
tempat pemeliharaan kuda.
Tak jauh dari tempat
batik ada bangunan lain yang dahulunya tempat tinggal anak-anak raja. Sekarang fungsinya menjadi tempat pemeliharaan
wayang kulit. Di sana Travelgad menemui Termo Taksoko, abdi dalem lainnya yang
sudah lima tahun. Pria itu kuat bersila dari pagi hingga siang. Menurut Termo
Taksoko baju yang dikenakan para abdi dalem juga khusus. Begitu juga
blangkonnya yang dikenakan di kepala mereka. “Ada yang disebut sebagai Blangkon
Tawung dan Blangkon Mulung,” tutur Termo. Pria kelahiran 1957 ini sudah lima
tahun menjadi abdi dalem.
Menurut keterangan
sejumlah abdi dalem mereka mengabdi pada dasarnya tidak menuntut imbalan. Namun
sejak 2013 yang lalu dialokasikan dari dana Keistimewaan Yogyakarta sebesar
Rp6,8miliar selama enam bulan untuk sekitar 4 ribu abdi dalem. Dari dana ini
pada abdi dalem mendapat santunan antara Rp600 ribu hingga Rp1,25 juta, yaitu
mereka yang berkedudukan tinggi dan menjabat Anjeng Raden Tumenggung (KRT).
KSATRIAN PRINGGODANI
Tempat terakhir yang dikunjungi Travelgad adalah tempat Putra
Mahkota yang disebut Ksatrian Pringgodani. Komplek ini dilengkapi dengan
sekolahan dan bangsal kesatrian tempat berlatih kesenian (dari tari, musik dan
lain-lainnya). Kini tempat itu dijadikan untuk tempat lukisan. “Kalau Ksatriaan
itu tempat putra raja yang lain,“ tutur Katri, seorang pemandu wisata ketika
ditemui Travelgad. Sejumlah
bangunan dalam Kraton Yogyakarta mengalami perubahan fungsi. Ada yang tidak
boleh difoto dan ada yang tidak boleh dimasuki.